BISNISINSPIRE.COM – Ekonomi global kembali menunjukkan ketidakpastian pada kuartal III 2025 ketika dua negara maju—Jepang dan Swiss—mengalami kontraksi akibat pelemahan ekspor dan tekanan tarif Amerika Serikat. Di saat yang sama, Indonesia justru mencatatkan pertumbuhan stabil yang menunjukkan ketahanan ekonomi domestik meskipun tekanan eksternal masih membayangi.
Indonesia Mencatat Pertumbuhan 5,04% YoY: Konsumsi dan Ekspor Menguat
Menurut data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia tumbuh 5,04% secara tahunan (YoY) pada kuartal III 2025. Angka ini menempatkan Indonesia di jalur pertumbuhan yang relatif stabil dibandingkan negara-negara ekonomi besar lainnya. Pertumbuhan secara kuartalan (QtQ) juga tercatat positif sebesar 1,43%, menunjukkan aktivitas ekonomi yang tetap dinamis.
Sumber: BPS – Indonesia’s Economic Growth in Q3-2025 was 5.04 Percent (Y-on-Y).
BPS menyebut sektor pendidikan sebagai salah satu motor pertumbuhan dengan ekspansi sebesar 10,59%, sementara ekspor barang dan jasa tumbuh kuat hingga 9,91%, didorong kenaikan permintaan komoditas tertentu serta pemulihan rantai pasokan regional.
Konsumsi rumah tangga, yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, tetap solid meskipun inflasi global mempengaruhi harga pangan. Investasi juga menunjukkan perbaikan setelah perlambatan yang sempat terjadi pada awal tahun.
Meski demikian, beberapa lembaga keuangan telah memberikan catatan bahwa tekanan global masih berpotensi menahan laju pertumbuhan ke depan. Bank Mandiri misalnya, memproyeksikan pertumbuhan Indonesia pada kuartal III berada di kisaran 4,9–5,0%, mengantisipasi dampak pelemahan ekspor dan masih tingginya tarif perdagangan.
Sumber: Bisnis Indonesia – Bank Mandiri Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Melambat pada Kuartal III/2025.
Jepang dan Swiss Tertekan: Kontraksi Dipicu Tarif Perdagangan dan Melemahnya Ekspor
Bertolak belakang dengan Indonesia, Jepang dan Swiss menghadapi tekanan signifikan akibat ketegangan perdagangan internasional dan kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat pada berbagai komoditas dan produk manufaktur.
Menurut laporan The Guardian, perekonomian Jepang mengalami penurunan sekitar 0.4%, sedangkan Swiss mencatat kontraksi 0.5% pada kuartal III 2025. Dua negara ini sangat bergantung pada ekspor industri, sehingga pelemahan permintaan global langsung memberikan dampak besar pada output nasional.
Sumber: The Guardian – Japan and Switzerland’s economies contract as US tariffs hit exports.
Jepang secara khusus terkena imbas dari penurunan ekspor otomotif dan komponen elektronik—dua sektor yang menjadi tulang punggung ekspornya. Dengan AS dan Tiongkok yang menjadi pasar utama, ketegangan dagang membuat manufaktur Jepang mengalami perlambatan signifikan.
Swiss, yang banyak bergantung pada ekspor produk farmasi dan mesin presisi, juga merasakan pengaruh dari tingginya tarif dan menurunnya permintaan global. Sentimen konsumen di Eropa yang melemah semakin memperburuk tekanan pada industri Swiss.
Struktur Ekonomi Jadi Faktor Pembeda: Mengapa Indonesia Lebih Tahan?
Perbandingan ini menyoroti perbedaan fundamental antarnegara. Indonesia memiliki struktur ekonomi yang lebih berorientasi pada konsumsi domestik, yang menyumbang lebih dari 50% aktivitas ekonomi nasional. Hal ini membuat Indonesia lebih tahan terhadap guncangan perdagangan global dibandingkan negara dengan orientasi ekspor tinggi seperti Jepang dan Swiss.
Diversifikasi komoditas dan kuatnya permintaan domestik membantu Indonesia mengurangi dampak pelemahan global. Pertumbuhan ekspor jasa dan peningkatan kegiatan sektor pendidikan, serta membaiknya pertambangan dan pengolahan, menjadi bantalan tambahan.
Sebaliknya, Jepang dan Swiss memiliki kerentanan struktural ketika ekspor terganggu. Fluktuasi perdagangan global, tarif AS, kebijakan proteksionis, dan pelemahan permintaan global memberi pukulan langsung yang lebih cepat dan lebih dalam.
Tantangan Tetap Ada: Tekanan Tarif dan Perlambatan Global Bisa Menjadi Risiko Indonesia
Meski Indonesia berhasil tampil lebih tangguh, prospek ekonomi masih menghadapi sejumlah risiko. Harga komoditas yang berfluktuasi, potensi perlambatan ekonomi AS dan Tiongkok, serta ketegangan geopolitik dapat menekan ekspor Indonesia pada kuartal berikutnya.
Proyeksi dari beberapa lembaga internasional menunjukkan bahwa negara-negara emerging market seperti Indonesia masih harus menghadapi volatilitas keuangan global, termasuk pergerakan suku bunga dan nilai tukar.
Namun, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa kebijakan stabilisasi fiskal dan moneter akan terus dijaga untuk meminimalkan dampak eksternal.
Perbandingan kuartal III 2025 menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam posisi yang relatif menguntungkan di tengah ketidakpastian global. Pertumbuhan tetap terjaga, konsumsi kuat, dan sektor-sektor tertentu menunjukkan pemulihan yang konsisten.
Sementara itu, Jepang dan Swiss menghadapi tekanan berat akibat pelemahan ekspor yang dipicu tarif perdagangan dan turunnya permintaan global. Perbedaan struktur ekonomi menjadi faktor utama mengapa Indonesia menunjukkan ketahanan lebih baik.
Dengan kondisi ekonomi global yang tetap tidak pasti, tantangan masih menunggu. Namun hingga kuartal III 2025, Indonesia berhasil menjaga momentum pertumbuhan pada level yang cukup kompetitif secara global. (PZW)



